Wednesday, August 20, 2014

KEJAYAAN MARITIM NUSANTARA



Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia yang terdiri lebih dari 17.508 pulau, dengan garis pantai terpanjang kedua didunia yakni 92.000 km, dan secara geografis sangat strategis karena berada dalam jalur perdagangan international.


Pidato kemenangan Presiden terpilih Jokowi-JK yang dilaksanakan diatas kapal phinisi, yang menjadi simbol peradaban maritim Bugis-Makassar, menyiratkan adanya keinginan besar dalam membangun kembali kejayaan maritim nusantara.
Dalam visi misi jokowi-Jk pun tersurat, setidaknya 3 kali disebut kata maritim, yaitu : 1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim dan mencerminkan kepribadian indonesia sebagai negara kepulauan, 2. Mewujudkan politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat jatidiri sebagai negara maritim. 3. Mewujudkan indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju dan kuat dan berbasis kepentingan nasional.
Dua Imperium
Kalau melihat kembali sejarah, Indonesia memang merupakan satu kesatuan Maritim yang membentang dari barat ketimur, yang dipersatukan secara administratif oleh Belanda dan dipersatukan secara politik oleh Sukarno.
Jadi, ketika kita bicara soal kemaritiman berarti bicara soal ke indonesiaan, karena sebelum Indonesia merdeka, nusantara pernah dua kali menjadi Imperium besar yang bercorak maritim, yakni Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Dimasa kerajaan Majapahit berdiri beberapa perusahaan Kapal, genteng, dan batik, dengan modal yang cukup besar, dan dengan memobilisasi ribuan tenaga kerja. Pelayaran telah menembus hingga Persia dan tiongkok. Empu prapanca melukiskan keadaan pelayaran tersebut: “tiada henti-hentinya manusi datang  berduyun-duyun dari bermacam-macam negeri. Dari Hindia-muka , Kamboja, Tiongkok, Annam, Campa, Karnataka, Guda dan Siam dengan kapal diseryai tidak sedikit saudagar ahli-ahli agama, ulama dan pendeta brahma yang ternama, siap datang dijamu dan suka tinggal.”
Sebelum kedatangan eropa, perkembangan capital (modal ) di Nusantara jauh lebih cepat dibandingkan di Eropa. Perkembangan capital tersebut seharusnya menjadi basis transformasi menuju masyarakat kapitalis. Tuntutan politk kaum saudagar, seperti diulas Tan Malaka dalam Massa Aktie, “penduduk Bandar-bandar yang makin lama makin maju itu merasa memperoleh rintangan dari kaum bangsawan di ibukota. Sebagaiman terjadi di negeri Eropa, penduduk Bandar meminta hak politik dan ekonomi lebih banyak. Dari pertentangan pesisir dan darat,perdagangan dengan pertanian, penduduk dengan pemerintah, timbullah suatu revolusi yang membawa pulau Jawa kepuncak ekonomi dan pemerintahan.”
De-Maritimisasi
Sejak masuknya kolonialisme barat ketanah hindia, baik itu portugis, inggris,maupun belanda, yang pertama kali meraka kuasai adalah kota-kota pelabuhan: Malaka, Batavia/Sunda Kelapa, Tuban, Makassar. Karena, ketika kota pelabuhan bisa dikuasai, maka perdagangan pun bisa di kontrol mereka.
Mengutip pendapat sastrawan Pramudya Ananta Toer: “Sejak VOC sampai pemerintah belanda berkuasa, laut tidak lagi menjadi penghubung, tetapi laut menjadi pemisah antar pulau-pulau di nusantara, dan ini sejalan dengan misi penaklukkan Belanda di Nusantara dengan politik devide at impera (politik pecah belah).”
Kekayaan alam indonesia diangkut dari hindia ke luar negeri melalui menerapkan sistem tanam paksa oleh van den Bosch 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan 20 persen tanahnya untuk ditanami tanaman ekspor.
Namun, setelah menghadapi berbagai kritik karena dianggap tidak manusiawi, pemerintah hindia belanda kemudian menancapkan pancang kapital swasta pada tahun 1870 melalui politik pintu terbuka (opendeur -politik), sejak itu kapital dari berbagai negara bisa masuk ke indonesia mencari keuntungan.
Revolusi agustus 1945 menjadi momentum lepas dari belenggu penjajahan asing, dimana Bung karno menggunting putus kolonialisme, dan kemudian mempersiapkan pemindahan ibukota indonesia merdeka dari Jakarta ke Palangkaraya (Kalimantan tengah). Menurut soekarno, batavia (Jakarta) adalah ibukota kolonial belanda.
Bung karno juga mencetuskan Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957, sebuah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut indonesia, termasuk laut sekitar, diantara dan didalam kepulauan indonesia menjadi kesatuan wilayah NKRI.
Namun, naiknya kekuasaan orde baru mengebalikan dua hal: perama, dominasi modal asing lewat berbagi produk Undang-undang, seperti UU Penanaman modal asing 1967 . Dan sejak saat itulah pembangunan terus melayani kepentingan modal asing, dan peran modal asing terus diperkuat untuk mengelola dan mengeruk kekayaan alam indonesia.
Kedua, kebijakan pembangunan selama pemerintah Orde Baru sangat berorientasi ke darat (tanah). Ini terlihat dari upaya mengganti Undang-Undang Pokok Agraria 1960 (UUPA) dengan UU Nomor 7 tahun 1970; panglima ABRI (TNI) selalu berasal dari Angkatan Darat; tidak adanya departemen Kelautan dan Perikanan, dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengembangan laut sebagai ruang ekonomi, sosial, dan budaya.


Related Posts

KEJAYAAN MARITIM NUSANTARA
4/ 5
Oleh