Tuesday, September 15, 2015

Sepenggal Cerita dari Negeri Paman Ho



Duduk di deretan paling belakang kursi dalam sebuah minibus mataku tak hentinya melihat pemandangan yang berada di kanan kiri jalan, minibus yang hari itu kami tumpangi bergerak dengan kecepatan rata-rata, pemandangan yang terlihat seputar hamparan sawah, rumput-rumput nan hijau serta rumah-rumah penduduk, sekilas mirip sekali dengan situasi di tanah air, dari kejauhan tampak bendera “Bintang Kuning” berkibar gagah yang dipasang pada sebuah tiang yang berada pas di depan gerbang perbatasan kamboja dan Vietnam, artinya Vietnam sudah didepan mata, negeri paman Ho tinggal sejengkal lagi, dalam hati kecilku berbisik akhirnya kaki ini bisa juga berpijak di atas dinegeri ini, Negeri yang ku kenal selama ini hanya lewat buku dan film, sekarang aku berada tepat didepanya.

Hati ini rasanya tak dapat menahan diri untuk tidak mengabadikan momen demi momen, akhirnya saya memutuskan untuk mengambil beberapa gambar dari kamera handphoneku berkat bantuan seorang teman. Namun keadaan berubah menjadi tegang ketika seorang petugas melarang kami untuk mengambil gambar, aku pura-pura tak mendengar dan bergegas mengejar teman-teman menuju kantor imigrasi.

Di kantor imigrasi tampak antrian panjang manusia yang akan masuk ke negeri itu, dengan tergopoh-gopoh aku berusaha masuk antrian berharap tidak terpisah dari teman-teman, syukurlah ternyata masih ada dua orang teman dibelakangku, semua berbaris rapi. Suasana kantor imigrasi agak menakutkan buatku, selain karena kejadian teguran petugas tadi, menurutku kantor imigrasi di Vietnam lebih mirip kantor kodim, soalnya petugasnya imigrasinya berbaju hijau seperti baju tentara ditambah muka masam para petugasnya, menambah tegang suasana, wah seperti di film-film cetusku dalam hati, keadaan seperti ini sudah kubayangkan sebelumnya bahwa Vietnam mungkin akan lebih ketat dari kamboja negara yang sebelumnya kami datangi.

Saat aku dapat giliran diperiksa, ada kejadian yang menurut saya agak ganjil, ternyata teman-teman yang sudah melewati pemeriksaan memberitahu bahwa kita diharuskan menyetor uang sebesar 1 USD yang diselikan ke dalam passport, wah masa di negara sosialis ada pungli, sedikit kecewa, tapi demi kelancaran perjalanan saya ikut saja dengan teman-teman melakukan hal yang sama, namun sial dua orang teman yang berada dibelakang saya yang nekat tidak menyetor uang tersebut, yang mengakibatkan mereka tertahan dan terpaksa harus mengantri kembali dari barisan paling belakang. Wah terpaksa rombongan harus menunggu beberapa waktu.

Perasaan ku baru lega ketika teman kami yang harus mengantri kembali telah menyelesaikan pemerikasaannya, akhirnya bisa melanjutkan perjalanan, kami berjalan sekitar 200 meter untuk sampai ketempat minibus yang akan mengatar kami ke Kota Ho Chi minh, sepanjang kanan kiri jalan menuju Ho Chi Minh City terlihat bergantian banner palu arit dan bintang kuning yang kadang diselingi dengan foto pemimin besar Ho Chi Minh, oh aku baru ingat mungkin juga karena tak lama lagi rakyat Vietnam akan merayakan kemerdekaannya yang ke 70 yang jatuh pada tanggal 2 September. 

Sebelum sampai Ke Ho Chi Minh City saya interlude sebentar,  saya coba ceritakan sedikit hal ikhwal kenapa kami sampai di Vietnam ini, rombongan kami berjumlah 16 orang terdiri dari 15 mahasiswa dan satu dosen pendamping,sebenarnya Vietnam negara ke 2 yang kami datangi sebelumnya kami dari Phnom Phen ibukota Kamboja. Perjalanan ini dalam rangka kegiatan Bechmarking (Studi banding) kampus kami, negara yang direncanakan untuk didatangi adalah 3 negara yakni Kamboja, Vietnam dan Laos dari tanggal 23 Agustus sampai 3 September .

Kami memasuki Vietnam melalui jalan darat dari Phnom penh (Kamboja) menuju Ho chi minh City dengan menggunakan bus yang memakan waktu kurang lebih 10 jam menuju ke kota terbesar yang ada di Vietnam itu

Ho Chi Minh City ; Kota Sejarah 

Tak terasa Malam pun jatuh, Saigon bermandi cahaya, didalam minibus aku berdecak kagum dengan kemajuan kota ini, tak seperti bayanganku, ternyata kota ini sangat ramai, dijalan kulihat para pengendara motor saling berkejaran mengalir teratur dibahu kanan jalan sementra mobil mengabil sisi kiri entah bermuara kemana.

Kota ini Dahulu dikenal dengan nama Saigon, pada tahun 1975 setelah Tentara Rakyat dan Front Pembebasan Nasional (National Liberation Front) Vietnam berhasil membebaskan Vietnam selatan dan menyatukanya kembali dengan Vietnam Utara, maka namanya pun diubah menjadi Ho Chi Minh City (HCMC) untuk mengenang jasa pemimpin mereka, Presiden Pertama Vietnam “Ho Chi Minh”.
Menurut sejarah, Ho Chi Minh City juga sangat berpengaruh terhadap kemerdekaan bangsa indonesia, oh kok bisa? ceritanya begini " Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan diatas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika serikat, disusul pada tanggal 9 agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya".

“Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon,Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia".


Semalam di Ho Chi Minh


Karena hanya punya waktu semalam di Ho Chi Minh kami memanfaatkan waktu tersebut untuk belanja souvenir untuk oleh-oleh sekaligus berjalan-jalan menikmati Ho Chi Minh City dimalam hari, kami memang sengaja memesan penginapan yang murah di daerah pusat kota agar memudahkan jangkaun ke tempat yang menarik.


Dari struktur bangunan kota ini sangat dipengaruhi gaya Prancis, maklum Vietnam dijajah cukup lama oleh negeri mode ini, sejumlah bangunan bergaya klasik barat ada di kota ini, hingga tidak heran HCMC di juluki sebagai “Mutiara dari Timur Jauh " (Hòn ngọc Viễn Đông) atau "Paris di Timur" (Paris Phương Đông).

Seperti halnya dengan daerah lain, HCMC sangat menjaga nilai-nilai bangunan bersejarah. Bekas istana Presiden Vietnam Selatan yang bernama Dinh Thong Nhat sekarang dinamakan Reunification Palace masih terawat baik. Dikelilingi taman yang rapi, di sini juga tempat bekas kediaman bekas Gubernur Prancis (Norodom Palace) yang berdiri sejak 1868. Pada 1962 tempat ini dijatuhi bom, tetapi dibangun kembali yang selesai pada 1966 dan diberi nama baru Independent Palace.
Di sebelah utara timur terlihat gereja terbesar Nha Tho Duc Ba (Notre Dame or Cathedral of our Lady) yang didirikan pada 1877 dengan patung Bunda Maria di depannya, serta Bao Tang Chung Tich Chien Tranh atau War Remnants Museum, Juga ada bekas Gia Liong Palace, sekarang dijadikan Ho Chi Minh City Museum.


Namun karena keterbatasan waktu kami tak sempat melihat lebih jauh, kami hanya punya waktu semalam dikota ini, karena tujuan utama perjalanan ini bukan di HCMC tapi justru di salah satu Provinsi yang ada dibagian tengan Vietnam yakni Danang


Berwisata ke kota HCMC sangat meyenangkan, selain murah meriah karena nilai mata uang mereka "Dong" lebih rendah dari "Rupiah", semua barang-barang dan akomodasi relatif murah.


Mengapa murah? karena negara memberi subsidi yang besar kepada rakyatnya dalam banyak sektor, seperti pendidikan gratis, kesehatan gratis, dan banyak lagi fasilitas negara lainnya.


...bersambung...
















Related Posts

Sepenggal Cerita dari Negeri Paman Ho
4/ 5
Oleh