Adakah tuan tanah
yang rela menyerahkan tanahnya kepada para petani secara cuma-cuma? bahkan
sampai memprovokasi petani untuk melawan dan memberontak kepada dirinya
sendiri? Yah, itu hanya ada dalam film India. Judulnya: Matru Ki Bijlee Ka
Mandola. Bagi penggemar film India, film sutradara Vishal Bhardwajd ini
sudah terbilang kadaluarsa. Sudah direlease sejak tahun 2013 lalu. Namun,
keunikan film ini, dan terutama caranya menyampaikan pesan, membuatnya patut
diulas.
Dikisahkan petani
sebuah desa di India mencoba mempertahankan tanah mereka dari keserakahan tuan
tanah bernama Tuan Mandola (Pankaj Kapur). Mereka kerap membicarakan masalahnya
kepada seorang pemuda yang juga sopir tuan tanah itu sendiri, yakni Hukum Sing
alias Matru (Imran Khan). Matru yang juga ternyata seorang mahasiswa
hokum sekaligus aktivis kiri itu menaruh simpati kepada nasib petani dan
berusaha mencari jalan agar petani bisa tetap menguasai tanahnya.
Perjuangan petani
bertambah berat karena harus menghadapi Chaudari Devi (Shabana Azmi), seorang
pejabat Menteri yang ingin menguasai tanah petani dengan cara bekerjasama
dengan Mr.Mandola. Uniknya, cara yang dipakai cukup feodal, yaitu
mengawinkan anaknya, Badaal, dengan putri Tuan Mandola, Bijlee (Anushka
Sharma). Sayang, Bijlee yang cantik dan periang justru jatuh hati kepada Matru.
Nah, agar pabrik
mobil bisa berdiri di atas petani, cara jahat pun ditempuh: pupuk dan bibit
hilang di pasar, pasokan listrik dikurangi hingga tinggal 1 jam, dan petani
dijebak dengan utang. Dengan begitu, petani tidak punya pilihan selain menjual
murah lahan pertanian mereka.
Kendati tertimpa
ketidakadilan, dan musuhnya hanya seorang bernama Tuan Mandola, tetapi kenapa
petani tidak bangkit melawan? Jawabannya: polisi, hukum, dan pemerintah berada
di bawah kendali Mandola. Dengan kekuatan uangnya, Mandola bisa membeli polisi,
hukum dan pemerintah, lalu menggunakannya untuk menindas kepentingan petani.
Dalam situasi
sulit itu, petani punya kawan pejuang. Namanya: Mao Tse Tung. Tetapi bukan Mao
Tse Tung yang memimpin revolusi di Tiongkok. Melainkan Matru yang menyamar
sebagai Mao. Uniknya, Mao selalu muncul dengan pesan-pesannya yang ditulis di
atas kain merah dan digantung di pohong.
Tuan Mandola
sendiri sangat unik: manusia berkeprubadian ganda. Ketika di sadar, dia adalah
tuan “Harry Mandola” yang sangat kejam. Namun, kalau dia sedang mabuk, dia
merasa dirinya Bhagat Singh, komunis India yang menjadi martir di tiang
gantungan karena melawan kolonialisme Inggris. Kalau sudah mabuk, Tuan Mandola
berpihak kepada petani. Dan inilah yang dimanfaatkan oleh Matru.
Satu lagi
keunikan Tuan Mandola ini, entah lelucon biasa atau satire, bahwa dia
dibuat takut bukan oleh pemberontakan petani, melainkan oleh Gulabi Bhains,
seekor kerbau berwarna pink yang ada di label minuman beralkohol
kesukaannya.
Suatu hari,
karena desakan Chaudari Devi dan Tuan Mandola, Bank mengeluarkan surat
peringatan. Isinya: memaksa seluruh petani segera melunasi utangnya. Dan tentu
saja, petani tak sanggup melunasi utangnya. Dalam gelisah dan nyaris putus asa
petani menuggu pertolongan Mao.
Dan titah Mao
memang turun. Dia meminta petani tidak putus harapan. “Kami akan menyerang para
penindas dengan palu dan memotong mereka dengan arit,” kata Mao dalam pesannya.
Kendati pesannya heroik dan militan, jangan kira Mao ala India ini akan
mengirim tentara merah untuk melibas tuan tanah. Yang dilakukan Mao membawa
Mandola dalam pengaruh alkohol dan menakutinya dengan kerbau pink.
Usaha Mao
berhasil. Pengadilan memberi toleransi 3 bulan kepada petani untuk melunasi
utang. Dengan begitu, petani punya peluang melakukan panen dan membayar utang.
Sayang, itupun tidak gampang. Ketika panen tiba, petani berhadapan dengan
kesulitan baru: boikot para tengkulak.
Tetapi Mao tidak
menyerah. Demi rakyat desa, dia berhasil melobi temannya untuk bisa menjual
gandung ke Australia. Lagi-lagi menemui kegagalan. Hujan badai menggagalkan
hasil panen petani. Akhirnya, di bawah perasaan kalah, petani mau
menyerahkan tanahnya ke Tuan Mandola.
Di ujung cerita,
berkat Bijlee, sang anak kesayangan, Mandola benar-benar berubah baik. Bukan
karena alkohol. Disokong oleh gerakan massa, dan Mandola yang tiba-tiba baik,
rencana pembangunan pabrik gagal total.
***
Saya kira, film
ini menarik sekaligus mengejek. Menariknya, film ini tidak phobia dengan
simbol-simbol komunis: bendera merah, palu-arit, Mao, gerakan Nexalite
(gerilyawan maois) dan lain-lain. Poster Che Guevara juga beberapa kali muncul
di sejumlah adegan. Bayangkan, kalau film semacam ini lahir dari sineas
Indonesia.
Yang terkesan
mengejek, Mao atau Maoisme disajikan dengan komedi. Perjuangan petani bukan
dengan organisasi dan gerakan massa, melainkan dengan memanfaatkan kepribadian
ganda di Tuan Tanah. Mao di film ini lebih mirip “Robin Hood” ketimbang seorang
komunis tulen.
Tetapi film ini
juga menyelinapkan banyak pesan. Pertama, bahwa film India tidak melulu
romatisme, gebyar tarian, atau deru tangisan, tetapi juga bisa menghadirkan
film-film berbau ideologis. Bahkan, lebih maju dari Indonesia, film India tidak
phobia dengan palu-arit, bendera merah, Mao Tse Tung, dan lain-lain.
Kedua, film ini
memperlihatkan bahwa persekongkolan tuan tanah, kapitalis birokrat, lintah
darat/tengkulak, dan aparatus yang korup. Dulu di Indonesia, tahun 1960-an,
populer istilah 7 setan desa: tuan tanah, lintah darat, tengkulak, tukang ijon,
bandit desa, pemungut zakat, dan kapitalis birokrat desa.
Ketiga,
memperlihatkan bagaimana industrialisasi, yang kerap dianggap sebagai penanda
kemajuan, seringkali menyingkirkan kehidupan petani di desa-desa.
Keempat, film ini
juga mengeritik kapitalisme lewat mulut Tuan Mandola. “Setiap kali aku melihat
tanaman mengering di gurun hijau, mimpiku ada di depan mataku. Mimpiku untuk
raksasa penggerak bumi, buldozer, penghancur batu…ribuan pekerja pergi untuk
bekerja keras. Asap pabrik yang dikeluarkan, tungku yang melolong, dan suara
lantang dari cerobong asap. Di satu sisi, kita membangun perumahan untuk
pekerja. Di sisi lain, kita membangun dua pusat perbelanjaan yang berkilauan
tinggi. Dengan satu tangan kita membayar upah pekerja, lalu kita ambil kembali
melalui pusat perbelanjaan.”
Para pemain di
film ini patut diacungi jempol dalam memainkan perannya, terutama Pankaj
Kapoor, Imran Khan dan Anuskha Sharma. Ketiganya bermain sangat baik.
Matru
Ki Bijlee Ka Mandola (2013) | durasi: 151 menit | Negara: India |
Sutradara: Vishal Bhardwaj | Penulis: Vishal Bhardwaj | Pemeran: Pankaj
Kapur, Imran Khan, Anushka Sharma, dan Shabana Azmi
Melihat 'Ketua Mao' Membela Petani dalam Film India
4/
5
Oleh
ok